Indonesia
LAMPIRAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 41 TAHUN 1999
TENTANG
PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA
TANGGAL : 26 MEI 1999
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 41 TAHUN 1999
TENTANG
PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA
TANGGAL : 26 MEI 1999
BAKU MUTU UDARA AMBIEN NASIONAL
Sumber :[1]
Catatan :
|
Malaysia
Sumber :[2]
Singapore
Annex I: Singapore Ambient Air Quality Targets
Pollutant
|
Singapore Targets by 2020
|
Long Term Targets
|
Sulphur Dioxide (SO2)
|
24-hour mean: 50µg/m3
(WHO Interim Target) Annual mean: 15 µg/m3 (Sustainable Singapore Blueprint target) |
24-hour mean: 20µg/m3
(WHO Final) |
Particulate Matter
(PM2.5) |
Annual mean: 12µg/m3
(Sustainable Singapore Blueprint target) [1] 24-hour mean: 37.5µg/m3 (WHO Interim Target) |
Annual mean: 10µg/m3
24-hour mean: 25µg/m3 (WHO Final) |
Particulate Matter
(PM10) |
Annual mean: 20 µg/m3
24-hour mean: 50 µg/m3 (WHO Final) |
|
Ozone
|
8-hour mean: 100µg/m3
(WHO Final) |
|
Nitrogen Dioxide (NO2)
|
Annual mean: 40µg/m3
1-hour mean: 200µg/m3 (WHO Final) |
|
Carbon Monoxide (CO)
|
8-hour mean: 10mg/m3
1-hour mean: 30mg/m3 (WHO Final) |
[1]
Sustainable Singapore Blueprint annual target for PM2.5 of 12µg/m3
will be retained and aligned with WHO Interim Target of 37.5 µg/m3
for 24-hour mean
Annex II: Summary of Abatement Measures
Pollutant
|
Measures
|
Sulphur Dioxide (SO2)
|
With effect from July 2013, NEA mandated the supply
of Near Sulphur-Free Diesel (NSFD) with a sulphur content of 0.001% to pave
the way for Euro V emission standards for diesel vehicles and further reduce
SO2 emissions from diesel vehicles and industries.
|
With effect from 1 October 2013, NEA will mandate cleaner petrol for
motor vehicles with sulphur content lower than 0.005% to pave the way for the
Euro IV emission standards. This will also reduce HC and NOx which
will give rise to ozone.
|
|
NEA, together with EDB, will work with refineries to
improve their processes and decrease their SO2 emissions. Power
stations are also working towards using cleaner fuels for their energy needs
in order to lower their SO2 emissions. As the power stations and
industries switch to the use of cleaner fuels to reduce SO2, there
will also be a simultaneous reduction in other pollutants including PM2.5.
|
|
Particulate Matter
(PM2.5 + PM10) |
With effect from July 2013, NSFD with sulphur content less than 0.001%
sulphur is mandatory for motor vehicles and industries.
|
With effect from 1 January 2014, emissions standards
have been tightened to Euro V emission standards. The particulate emissions
of Euro V diesel passenger cars are significantly lower than that of Euro IV
diesel cars.
|
|
Early Turnover Scheme to incentivise owners of Pre-Euro and Euro I diesel
commercial vehicles to retire their vehicles and upgrade to Euro V-compliant
vehicles.
|
|
With effect from 1 January 2014, all in-use diesel
driven vehicles are required to achieve a smoke opacity reading of 40
Hartridge Smoke Units (from 50 Hartridge Smoke Units) or below during vehicle
inspection.
|
|
Ozone[2]
|
From 1 April 2014, new petrol vehicles will have to comply with Euro IV
emission standards.
|
Emissions standards for motorcycles and scooters
will be revised to Euro III standards from 1 October 2014.
|
[2] Ozone is
not directly emitted but is formed through complex chemical reactions involving
hydrocarbons (HC) and nitric oxide & nitrogen dioxide (NOx) in
the presence of sunlight. HC and NOx emitted from motor vehicles,
industries, power stations and refineries are the precursors for ozone
formation.
- See more at:
http://app2.nea.gov.sg/anti-pollution-radiation-protection#sthash.GI1KYXzg.dpuf
Sumber :[3]
Perbedaan
Baku Mutu Udara Ambien di Indonesia, Malaysia, dan Singapura
Indonesia
|
Malaysia
|
Singapura
|
|
Jangka waktu berlakunya peraturan
|
Belum spesifik
|
Belum spesifik
|
Target di tahun 2020 dan dalam jangka waktu yang panjang
|
Parameter
|
·
SO2 (Sulfur Dioksida)
·
CO (Karbon Monoksida)
·
NO2(Nitrogen Dioksida)
·
O3 (Oksidan)
·
HC (Hidro Karbon)
·
PM10 (Partikel < 10 um)
·
PM 2.5*
·
TSP (Debu)
·
Pb (Timah Hitam)
·
Dustfall (Debu Jatuh)
·
Total Fluorides (as F)
·
Fluor Indeks
·
Khlorine dan Khlorine Dioksida
·
Sulphat Indeks
|
·
SO2 (Sulfur Dioksida)
·
CO (Karbon Monoksida)
·
NO2(Nitrogen Dioksida)
·
O3 (Oksidan)
·
PM10 (Partikel < 10 um)
·
TSP (Debu)
·
Pb (Timbal)
|
·
SO2 (Sulfur Dioksida)
·
CO (Karbon Monoksida)
·
NO2(Nitrogen Dioksida)
·
O3 (Oksidan)
·
PM10 (Partikel < 10 um)
·
PM 2.5
|
Parameter
|
Indonesia
|
Malaysia (ug/Nm3)
|
Singapura
|
|||
Targets by 2020
|
Long Term Targets
|
|||||
SO2 (Sulfur
Dioksida)
|
1 Jam
24 Jam 1 Thn |
900 ug/Nm3
365 ug/Nm3 60 ug/Nm3 |
1 hour
24Hour
|
350
105
|
24-hour mean: 50µg/m3
(WHO Interim Target) Annual mean: 15 µg/m3 (Sustainable Singapore Blueprint target) |
24-hour mean: 20µg/m3
(WHO Final) |
CO (Karbon Monoksida)
|
1 Jam
24 Jam 1 Thn |
30.000 ug/Nm3
10.000 ug/Nm3 |
1 Hour
8 Hour
|
35
mg/m3
10
mg/m3
|
8-hour mean: 10mg/m3
1-hour mean: 30mg/m3 (WHO Final) |
|
NO2(Nitrogen Dioksida)
|
1 Jam
24 Jam 1 Thn |
400 ug/Nm3
150 ug/Nm3 100 ug/Nm3 |
1 Hour
24 hour
|
320
10
|
Annual mean: 40µg/m3
1-hour mean: 200µg/m3
(WHO Final)
|
|
O3 (Oksidan)
|
1 Jam
1 Thn |
235 ug/Nm3
50 ug/Nm3 |
1 Hour
8 Hour
|
200
120
|
8-hour mean: 100µg/m3
(WHO Final) |
|
PM 2.5
|
24 Jam
1 Jam |
65 ug/Nm3
15 ug/Nm3 |
-
|
-
|
Annual mean: 12µg/m3
(Sustainable Singapore Blueprint target) [1] 24-hour mean: 37.5µg/m3 (WHO Interim Target) |
Annual mean: 10µg/m3
24-hour mean: 25µg/m3 (WHO Final) |
PM10 (Partikel < 10 um)
|
24 Jam
|
150 ug/Nm3
|
24 Hour
12
Month
|
150
50
|
Annual mean: 20 µg/m3
24-hour mean: 50 µg/m3 (WHO Final) |
|
TSP (Debu)
|
24 Jam
90 ug/Nm3 |
230 ug/Nm3
90 ug/Nm3 |
24 Hour
12
Month
|
260
90
|
-
|
-
|
Pb (Timbal)
|
24 Jam
1 ug/Nm3 |
2 ug/Nm3
1 ug/Nm3 |
3 Month
|
1.5
|
-
|
-
|
Apabila
ditinjau dari jumlah paramater polutan udara yang diukur di ketiga negara, maka
Indonesia memiliki parameter yang jauh lebih banyak dibandingkan di Malaysia
dan Singapura. Di Indonesia terdapat parameter Hidrokarbon, Dustfall, Total
Fluorides (as F), Fluor Indeks, Khlorine dan Khlorine Dioksida, dan Sulphat
Indeks yang tidak dimasukan ke dalam baku mutu udara ambien di 2 negara
lainnya.
- Untuk Hidrokarbon, biasanya didapatkan dari
pembakaran tidak sempurna bahan bakar (Industri, Kendaraan). Karena di
Indonesia ini padat penduduk, dan masih terbiasa menggunakan kendaraan pribadi
(karena belum ada transportasi umum yang layak seperti di Malaysia dan Singapura),
maka produksi Hidrokarbon yang dikeluarkan menjadi jauh lebih banyak. Sehingga,
pemerintah merasa perlu mengukurnya.
- Untuk parameter Pb (Timbal), karena di Indonesia
masih menggunakan bensin dengan katalis yang mengandung timbal. Padahal efek dari
timbal cukup berbahaya.
- Untuk Dustfall, karena metode yang harus
digunakan untuk pengukuran debu lebih sederhana dibandingkan PM10, PM2.5, dan
TSP. Karena luas wilayah Indonesia yang cukup luas, dan alat pengukuran debu
(PM10, PM2.5, TSP) terbatas dan cukup mahal harganya, membuat pengukuran debu
dengan dustfall lebih banyak digunakan di daerah pedalaman.
- Untuk Flour, Khlorine, dan Sulfat diukur di
Indonesia karena Industri di Indonesia lebih banyak daripada di Singapura dan
Malaysia karena luas wilayahnya yang jauh lebih luas. Industri di Indonesia
banyak yang masih menggunakan pelarut Khlorine. Pelarut Khlorine apabila
menguap akan sangat berbahaya.
Nilai baku mutu udara ambien di setiap
negarapasti berbeda-beda, bergantung kepada kebijakan masing-masing negara.
Pada dasarnya, semakin maju negaranya, semakin ketat nilainya atau semin kecil
nilai baku mutu udara ambiennya. Hal ini terbukti dari nilai baku mutu di
negara Singapura yang merupakan negara maju, memiliki rata-rata nilai parameter
polutannya paling rendah dibandingkan di Indonesia dan Malaysia. Salah satu
faktor yang mempengaruhi nilai baku mutu adalah faktor politik. mutu ini juga
dipengaruhi oleh unsur politik. Di Indonesia yang masih negara berkembang,
membutuhkan pengembangan industri yang lebih maju dan lebih baik untuk
meningkatkan ekonomi bangsa. Apabila peraturan tentang baku mutu udara
diperketat, dikhawatirkan biaya untuk pengelolaan dan pengolahan lingkungan
menjadi lebih tinggi. Sehingga dapat
menghambat pertumbuhan kegiatan industri. Berbeda dengan negara maju, seperti
Singapura. Faktor luas tanah negaranya yang sangat kecil, membuat kesempatan
mereka dalam membangun industri baru di negaranya menjadi berkurang. Melainkan,
Singapura lebih dikenal sebagai pusat perdagangan dibandingkan dengan industri.
Peraturan baku mutu udara di Singapura juga telah memiliki jangka waktu
berlakunya peraturan tersebut. Mereka juga telah memasang target bahwa pada
tahun 2020, diharapkan seluruh parameter telah mencapai baku mutu udara ambien
tersebut.
Untuk masalah metode pengukuran sebenarnya tidak masalah
apakah metode pengukuran yang digunakan berbeda atau sama di setiap negara.
Namun yang terpenting adalah metode tersebut menghasilkan data akurat untuk keadaan
udara ambien di suatu lokasi. Metode yang akurat itu juga harus merupakan
metode yang sudah di akui oleh badan standartisasi di masing masing negara atau
international, seperti halnya di Indonesia menggunakan SNI. Lampiran Peraturan
Pemerintah RI No.41 tahun 1999 yang berisi baku mutu udara ambien juga sudah
sangat lengkap apabila dibandingkan dengan tabel baku mutu udara ambien di 2
negara lainnya. Pada peraturan di negara Singapura dan Malaysia, tidak
disertakan dengan metode dan alat pengukuran yang digunakan untuk masing-masing
parameter.
Daftar Pustaka
1. Baku
Mutu Udara Ambien di Indonesia
2. Baku
Mutu Udara Ambien di Malaysia
http://www.gunungganang.com.my/pdf/Malaysian-Policies-Standards-Guidelines/Guidelines/Malaysian%20Ambient%20Air%20Quality%20Guidelines.pdf diakses pada 1 Maret 2014
3. Baku
Mutu Udara Ambien di Singapura
Tidak ada komentar:
Posting Komentar